Kuasa Hukum Korban Yakin Hakim Akan Menolak Permohonan Praperadilan Tersangka H. Herman
Kalimantanpost.online, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang tidak mengenal istilah suka sama suka untuk persetubuhan dan pencabulan terhadap anak. Meskipun dilakukan atas dasar suka sama suka, posisi anak tetap sebagai korban walaupun anak yang minta berhubungan badan atau dicabuli oleh orang lain.
Dalam hal tersebut, Kuasa hukum korban kasus persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur, Roby Sanjaya, SH, menyampaikan keyakinannya bahwa hakim akan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh H. Herman. Hal ini disampaikan setelah sidang praperadilan yang berlangsung pada hari Jumat, 25 Oktober 2024, dengan agenda kesimpulan dari para pihak.
Saat ditemui awak media KP, Roby Sanjaya, SH, menegaskan bahwa Polres Singkawang telah bertindak sesuai prosedur dalam penetapan tersangka H. Herman. “Berdasarkan fakta persidangan, Polres memiliki lebih dari dua alat bukti yang sah, yaitu saksi mata, saksi ahli, hasil visum, serta keterangan korban. Dalam kasus kekerasan seksual dan perlindungan anak, keterangan korban juga diakui sebagai alat bukti yang kuat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” jelas Sanjaya.
Penetapan tersangka terhadap pelaku H.Herman bagi Sanjaya, tidak dilakukan secara prematur seperti yang dituduhkan oleh pihak tersangka. Proses penyelidikan telah dilakukan dengan cermat, dimulai dari laporan resmi yang disampaikan oleh Kantor Hukum Roby Sanjaya, SH & Partners pada tanggal 3 Juni 2024."jelasnya
“Penetapan tersangka baru dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2024, setelah Polres melakukan penyelidikan selama dua bulan. Ini menunjukkan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang lebih dari cukup,”ungkap Sanjaya yang juga sebagai aktifis Ketua Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Kalimantan Barat.
Dalam kesimpulannya, kuasa hukum H. Herman juga membantah bahwa tindakan persetubuhan dan cabul terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh tersangka merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Menanggapi hal ini, Sanjaya menyebutkan bahwa pernyataan tersebut sangat tidak berdasar dan tidak sesuai dengan hukum. “Tindakan kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur jelas-jelas termasuk ke dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga bantahan tersebut mengada-ada dan tidak dapat diterima.”jelasnya.
Selama proses persidangan, kuasa hukum tersangka banyak membahas hal-hal yang terkait materi pokok perkara, bukan fokus pada alat bukti yang relevan sesuai dengan Pasal 184 KUHAP terkait penetapan tersangka. “Praperadilan seharusnya hanya membahas keabsahan alat bukti, bukan materi pokok perkara. Polres Singkawang sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan prosedural, mulai dari penyelidikan hingga penetapan tersangka berdasarkan bukti yang ada,” tambah Sanjaya.
Berdasarkan seluruh fakta yang terungkap selama persidangan, Roby Sanjaya, SH, dan timnya yakin bahwa hakim akan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh H. Herman. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan menguatkan komitmen terhadap perlindungan anak di bawah umur dari tindak kekerasan seksual."ungkap Sanjaya menutup wawancara
Sumber Roby Sanjaya, SH & Partners.
Penulis. Jbs
Belum ada Komentar untuk "Kuasa Hukum Korban Yakin Hakim Akan Menolak Permohonan Praperadilan Tersangka H. Herman"
Posting Komentar