Analisis Ilmiah dan Akademis Eka Siswanto Demonstrasi Pelajar dan Orang Tua di Kedutaan Taiwan , 23 Oktober 2024


   Perspektif Eka Siswanto Dalam Melihat Dinamika Yang Terjadi Di Kedutaan Taiwan

Pontianak.Kalimanyanpost.online.
Viralnya Berita Pelajar WNI suku Tionghoa demo di kedutaan TETO ( ROC Taiwan ) salah satu kawasan Bisnis terkemuka , SCBD ( Sudirman Central Business District ) membuat Eka Siswanto angkat bicara di Office Kerjanya , Pontianak 
Selasa ( 29 Oktober 2024 )

Ketua DPD IWO - Indonesia Sambas terbang langsung dari Jakarta ke Pontianak , Selasa 29 Oktober untuk mewawancarai Eka Siswanto dan Melalui Paparan Analisis ilmiah dan Akademis Eka Siswanto adalah : 

Latar Belakang Permasalahan : 
Pada 23 Oktober 2024, para pelajar dan orang tua Indonesia berkumpul di luar gedung kantor dagang dan ekonomi Taiwan di Jakarta, tepatnya di gedung Taipei Tower Artha Graha, untuk melakukan aksi demonstrasi. Demonstrasi ini menyoroti isu dugaan manipulasi yang terjadi terhadap sejumlah pelajar Indonesia (WNI) yang tengah mengurus visa pelajar untuk studi di Taiwan. Para demonstran menyampaikan keresahan terkait adanya indikasi bahwa para pelajar tersebut disyaratkan untuk mengikuti atau berpindah ke aliran agama tertentu sebagai syarat memperoleh visa. Hengky, salah satu tokoh yang diwawancarai dalam kegiatan ini, menyatakan bahwa aksi tersebut bertujuan untuk menyuarakan tuntutan keadilan bagi para pelajar yang dianggap terjebak dalam situasi yang mempengaruhi keyakinan mereka demi kepentingan memperoleh visa pelajar," Tuturnya.

- Landasan Filosofis dan Konstitusional .
(1) Hak Asasi dan Kebebasan Beragama ,
Filosofi dasar hak asasi manusia, yang dalam terminologi Latin sering disebut *ius naturale*, menegaskan bahwa setiap manusia berhak atas kebebasan dalam memeluk agama atau keyakinan tanpa adanya paksaan. Prinsip ini tercermin dalam Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Konstitusi ini menjadi dasar untuk melindungi kebebasan beragama setiap warga negara, termasuk dalam hal pendidikan yang seharusnya bebas dari intervensi keyakinan tertentu," ucap Eka Siswanto.

(2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia .
Dalam Undang-Undang ini, khususnya Pasal 22 Ayat (1) ditegaskan bahwa "Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Ketentuan ini menunjukkan bahwa hak beragama merupakan hak asasi yang tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh siapapun, termasuk pihak-pihak yang memberikan kesempatan pendidikan atau layanan migrasi," tegas Eka Siswanto.

(3) Perlindungan Hak Anak.
Sebagai negara hukum, Indonesia juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa "Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi." Hal ini sejalan dengan filosofi *pater familias* yang mengutamakan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak-anak, termasuk hak atas pendidikan yang bebas dari tekanan ideologis," kata Eka Siswanto.

- Analisis Kasus .
Kejadian ini menyangkut *ius cogens*, yaitu prinsip hukum yang tidak dapat dilanggar, dimana hak beragama merupakan salah satu hak fundamental dalam HAM. Tindakan dugaan manipulasi atau pemaksaan terhadap pelajar agar mengikuti aliran agama tertentu bertentangan dengan ketentuan-ketentuan konstitusi Indonesia. Jika benar adanya bahwa para pelajar ini dikondisikan untuk mengubah atau mengikuti agama tertentu demi memperoleh visa, maka pihak yang bertanggung jawab dapat dikatakan telah melanggar hak asasi pelajar yang bersangkutan, terutama dalam hal kebebasan beragama yang dijamin secara universal," tegasnya.

Menurut pandangan filosofi sosial, tindakan ini juga bertentangan dengan prinsip libertas,atau kebebasan individu, serta bonum commune, yaitu kebaikan bersama. Tindakan yang melanggar kebebasan beragama tidak hanya merugikan individu tetapi juga merusak nilai kemanusiaan yang dijunjung bersama. Dalam konteks hukum internasional, Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang juga diratifikasi oleh Indonesia menegaskan bahwa "setiap orang berhak atas kebebasan beragama dan kebebasan berpikir tanpa tekanan atau ancaman," terangnya.

- Kesimpulan .
Kasus ini menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak kebebasan beragama dan prinsip hak asasi manusia, khususnya hak anak atas pendidikan yang netral dan bebas dari intervensi keyakinan tertentu. Dalam perspektif hukum, dugaan bahwa visa pelajar dikondisikan dengan syarat mengikuti aliran agama tertentu merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip kebebasan dasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang dan kerja sama dengan organisasi internasional yang bergerak dalam hak asasi manusia. Para pelajar juga perlu diberikan perlindungan hukum yang memadai, serta negara harus memastikan bahwa hak-hak mereka dihormati dan dilindungi sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia ," Tutup Eka Siswanto.

Jurnalis : Revie 

Belum ada Komentar untuk "Analisis Ilmiah dan Akademis Eka Siswanto Demonstrasi Pelajar dan Orang Tua di Kedutaan Taiwan , 23 Oktober 2024"

Posting Komentar